Biar Gak Bingung: Mengenal Perbedaan Bhante dan Biksu

Table of Contents

Pernahkah kamu dengar kata “Bhante” atau “Biksu”? Dua-duanya merujuk pada sosok pria yang mengabdikan hidupnya pada ajaran Buddha, kan? Eits, jangan salah! Meskipun sering dianggap sama, ternyata ada lho perbedaan tipis yang penting buat kita tahu.

Bhante vs Biksu explained
Image just for illustration

Nah, artikel ini akan membongkar tuntas apa sih bedanya Bhante dan Biksu, biar kamu nggak bingung lagi pas ketemu atau baca-baca tentang komunitas Buddhis. Siap? Yuk, kita mulai petualangan ilmunya!

Memahami Siapa Itu Biksu (Bhikkhu/Bhikṣu) Secara Umum

Sebelum masuk ke bedanya, kita samakan dulu persepsi tentang apa itu “Biksu” secara umum. Kata “Biksu” ini sebenernya adalah padanan dalam Bahasa Indonesia untuk istilah dalam bahasa Sanskerta, bhikṣu, atau bahasa Pali, bhikkhu.

Secara harfiah, bhikṣu atau bhikkhu itu artinya pengemis atau orang yang hidup dari sedekah. Tapi, makna modern dan yang lebih dalam tentu bukan sekadar pengemis ya. Ini merujuk pada seorang pria yang meninggalkan kehidupan duniawi, mencukur rambut dan jenggot, mengenakan jubah, dan menjalani kehidupan monastik sesuai dengan ajaran dan aturan (Vinaya) yang ditetapkan oleh Buddha Siddhartha Gautama.

Menjadi seorang biksu adalah keputusan besar. Seseorang harus melepaskan harta benda, keluarga, dan keinginan duniawi lainnya demi fokus pada praktik spiritual, meditasi, mempelajari Dharma (ajaran Buddha), dan mencapai pencerahan. Ini adalah jalan mulia yang dipilih demi kebaikan diri sendiri dan membantu makhluk lain.

Komunitas para biksu (dan juga biksuni/biarawati) disebut Sangha. Sangha ini adalah pilar ketiga dari Tiga Permata (Tri Ratna) dalam agama Buddha: Buddha, Dharma, dan Sangha. Jadi, Biksu adalah anggota dari Sangha, komunitas spiritual yang menjaga dan meneruskan ajaran Buddha.

Aturan yang mereka ikuti, Vinaya, itu sangat ketat. Ada ratusan peraturan yang mengatur mulai dari cara makan, cara berpakaian, berinteraksi, hingga hal-hal spiritual. Kepatuhan pada Vinaya ini krusial untuk menjaga kemurnian dan kedisiplinan kehidupan monastik.

Lalu, Apa Itu Bhante?

Oke, sekarang kita geser ke kata “Bhante”. Kalau Biksu adalah siapa mereka (anggota Sangha, pria monastik), “Bhante” ini lebih kepada cara kita memanggil atau menyapa mereka.

Kata “Bhante” berasal dari bahasa Pali. Ini adalah sebuah gelar atau sapaan yang sangat hormat, kira-kira artinya “Yang Mulia”, “Tuan”, atau “Guru”. Sapaan ini digunakan untuk merujuk atau berbicara langsung kepada seorang bhikkhu (biksu) dalam tradisi Buddhis, terutama yang mengikuti aliran Theravada.

Jadi, sederhananya gini: seorang pria yang adalah bhikkhu (biksu), bisa dipanggil “Bhante” sebagai bentuk penghormatan. Ini mirip seperti kita memanggil “Bapak”, “Ibu”, atau “Pak Kyai”, “Romo”, atau “Pandita” kepada pemuka agama lain. Itu adalah bentuk address atau panggilan, bukan identitas dasarnya.

Penggunaan kata “Bhante” ini sangat umum di negara-negara yang mayoritas penduduknya memeluk Buddhisme Theravada, seperti Thailand, Sri Lanka, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Di sana, memanggil seorang biksu dengan sebutan “Bhante” adalah hal yang lumrah dan menunjukkan rasa hormat yang mendalam.

Perbedaan Inti: Gelar vs. Identitas

Nah, sekarang kita ke poin utamanya. Perbedaan yang paling mendasar antara “Bhante” dan “Biksu” terletak pada makna dan penggunaannya:

  1. Biksu (Bhikkhu/Bhikṣu): Ini adalah identitas atau status seseorang. Dia adalah seorang pria yang telah ditahbiskan menjadi anggota komunitas monastik Buddhis (Sangha) dan hidup di bawah sumpah serta aturan Vinaya. Ini adalah kata benda yang mendeskripsikan siapa dia.
  2. Bhante: Ini adalah gelar atau bentuk sapaan yang digunakan untuk merujuk atau berbicara kepada seorang bhikkhu (biksu), terutama dalam tradisi Theravada. Ini adalah cara kita memanggil dia dengan hormat.

Gampangnya gini: Semua Bhante adalah Biksu (karena “Bhante” adalah panggilan untuk Biksu), tapi tidak semua Biksu dipanggil “Bhante” (terutama di luar tradisi Theravada, mereka punya panggilan hormat lain).

Ini seperti membedakan “Presiden” dengan “Bapak Presiden”. “Presiden” adalah jabatannya (identitas/status), sementara “Bapak Presiden” adalah cara kita memanggil beliau dengan hormat (gelar/sapaan).

Dari Sisi Bahasa dan Tradisi

Perbedaan penggunaan “Bhante” dan “Biksu” ini juga sangat erat kaitannya dengan bahasa dan tradisi Buddhisme yang dianut.

Tradisi Theravada

Di negara-negara penganut Theravada (Thailand, Sri Lanka, Myanmar, Kamboja, Laos, dan beberapa komunitas di negara lain termasuk Indonesia), teks suci utama yang digunakan adalah Tripitaka dalam bahasa Pali.

Istilah asli untuk biarawan pria dalam bahasa Pali adalah Bhikkhu. Dan sapaan hormat dalam bahasa Pali untuk Bhikkhu adalah Bhante.

Maka, di lingkungan Theravada, istilah yang paling tepat untuk merujuk pada biarawan pria adalah Bhikkhu, dan cara menyapanya secara hormat adalah Bhante.

Theravada monk in orange robes
Image just for illustration

Penting juga dicatat bahwa dalam percakapan sehari-hari di negara-negara tersebut, mereka mungkin punya istilah lokal lain untuk biksu atau sapaan hormat, tapi “Bhante” adalah sapaan Pali yang universal di kalangan Theravada. Jubah mereka biasanya berwarna oranye atau kuning sawo.

Tradisi Mahayana

Di negara-negara penganut Mahayana (Tiongkok, Jepang, Korea, Vietnam, Tibet, dll.), teks suci yang digunakan banyak bersumber dari bahasa Sanskerta, dan kemudian diterjemahkan ke bahasa lokal.

Istilah asli untuk biarawan pria dalam bahasa Sanskerta adalah Bhikṣu. Ketika Buddhisme masuk ke Tiongkok, istilah Bhikṣu ini dialihbahasakan (transliterasi) menjadi Biqiu (比丘) atau Seng (僧) secara umum yang artinya “anggota Sangha”. Dari sinilah muncul berbagai istilah lokal lainnya.

Misalnya:
* Di Tiongkok: Héshàng (和尚) atau Sēngrén (僧人)
* Di Jepang: Oshō (和尚) atau Bōzu (坊主)
* Di Korea: Seunim (스님)
* Di Tibet: Lama (བླ་མ་) - ini lebih spesifik untuk guru spiritual yang tinggi ilmunya, tapi juga merujuk pada biarawan secara umum di konteks Tibet.

Istilah “Bhante” (dari Pali) tidak umum digunakan sebagai sapaan atau gelar dalam tradisi Mahayana. Mereka menggunakan sapaan hormat dalam bahasa lokal mereka masing-masing.

Mahayana monk in gray robes
Image just for illustration

Jubah biksu Mahayana juga bervariasi warnanya, bisa abu-abu, cokelat, hitam, atau merah marun (seperti di Tibet). Ini juga salah satu penanda visual yang membedakan, meskipun warna jubah bukan pembeda utama antara “Bhante” dan “Biksu” karena seperti yang dijelaskan tadi, perbedaannya lebih di istilah dan sapaan.

Mengapa di Indonesia Kita Sering Mendengar Keduanya?

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman, termasuk dalam praktik Buddhis. Ada vihara-vihara yang berafiliasi dengan tradisi Theravada, ada juga yang berafiliasi dengan Mahayana, Vajrayana (cabang Mahayana, seperti Tibet), atau tradisi sinkretis (campuran).

  • Di vihara atau komunitas Buddhis yang kental nuansa Theravada (biasanya berafiliasi dengan Sangha Theravada Indonesia), para biarawan pria dikenal sebagai Bhikkhu. Dan umat biasanya menyapa mereka dengan hormat sebagai Bhante.
  • Di vihara atau komunitas Buddhis yang kental nuansa Mahayana (misalnya aliran Tiongkok, atau yang berafiliasi dengan Sangha Agung Indonesia), para biarawan pria dikenal sebagai Biksu (serapan umum Bahasa Indonesia dari bhikṣu Sanskerta atau bhikkhu Pali) atau kadang dengan sebutan Tionghoa seperti Shifu (師父) yang artinya guru/master.

Karena kedua tradisi ini ada di Indonesia, maka kedua istilah ini pun familiar di telinga masyarakat Buddhis (dan non-Buddhis) di sini. Jadi, kalau kamu mendengar seseorang disebut “Bhante” atau “Biksu”, coba perhatikan konteksnya, kemungkinan merujuk pada tradisi yang berbeda atau sekadar sapaan hormat.

Perbedaan Lain yang Mungkin Muncul (Tapi Bukan Pembeda Utama)

Selain perbedaan istilah dan sapaan berdasarkan tradisi, ada beberapa hal lain yang kadang diasosiasikan dengan perbedaan antara Bhante dan Biksu, meskipun ini lebih karena perbedaan tradisi secara keseluruhan, bukan semata-mata perbedaan nama:

  1. Aturan Vinaya: Baik Bhikkhu Theravada maupun Biksu Mahayana mengikuti aturan monastik (Vinaya) yang ditetapkan Buddha. Namun, ada sedikit perbedaan dalam kitab Vinaya yang mereka pegang. Theravada umumnya mengikuti Vinaya dari mazhab Theravada, sementara Mahayana (terutama di Asia Timur) banyak mengikuti Vinaya dari mazhab Dharmaguptaka, atau yang lain. Ini berujung pada sedikit perbedaan dalam jumlah aturan yang dipegang atau interpretasinya.
  2. Praktik Meditasi & Ajaran: Ada perbedaan dalam penekanan praktik meditasi atau ajaran filosofis antara tradisi Theravada dan Mahayana. Theravada sering disebut “Ajaran Para Sesepuh” dan fokus pada naskah Pali awal serta pencapaian arahatship (pencerahan pribadi). Mahayana memiliki banyak naskah tambahan dan menekankan konsep Bodhisattva (makhluk yang menunda pencerahan penuh demi membantu semua makhluk lain) dan kebijaksanaan kekosongan (sunyata). Namun, perbedaan ini adalah perbedaan tradisi Buddhis, bukan perbedaan antara “Bhante” (sebagai sapaan) dan “Biksu” (sebagai istilah umum).
  3. Penampilan (Jubah): Seperti disebutkan sebelumnya, warna dan gaya jubah bisa berbeda. Jubah Theravada cenderung oranye/kuning, sementara Mahayana bervariasi (abu-abu, cokelat, hitam, merah marun). Tapi lagi-lagi, ini penanda tradisi, bukan definisi dari “Bhante” versus “Biksu”.

Jadi, penting untuk diingat bahwa perbedaan utama “Bhante” dan “Biksu” ada pada penggunaan kata dan konteks tradisi (Theravada vs Mahayana), bukan pada status dasar mereka sebagai biarawan pria Buddhis yang hidup dari persembahan dan mengikuti Vinaya.

Tabel Perbedaan Singkat

Untuk mempermudah, ini ringkasan perbedaannya:

Fitur Bhante Biksu (Umum)
Arti Asli Sapaan/Gelar hormat (dari Pali) Biarawan pria Buddhis (dari Sanskerta/Pali)
Penggunaan Cara memanggil Bhikkhu (Biksu) Sebutan untuk siapa dia (status)
Tradisi Dominan Theravada Umum di semua tradisi, tapi sebutan lokal bervariasi di Mahayana
Bahasa Asal Pali Sanskerta (bhikṣu) atau Pali (bhikkhu)
Padanan Yang Mulia, Tuan, Guru (sebutan hormat) Monk (Inggris), Biarawan Pria

Ini adalah tabel ringkas untuk pemahaman cepat. Ingat, Bhante itu sapaannya, Biksu/Bhikkhu itu profesinya/statusnya sebagai biarawan.

Fakta Menarik Seputar Kehidupan Monastik

Agar artikel ini makin seru, yuk intip beberapa fakta menarik tentang kehidupan para Biksu (termasuk yang dipanggil Bhante):

  • Mereka Tidak Boleh Memegang Uang: Dalam Vinaya, biksu dilarang menerima, menyimpan, atau memperdagangkan uang atau barang berharga. Kebutuhan mereka dipenuhi oleh umat melalui persembahan makanan, jubah, obat-obatan, dan tempat tinggal.
  • Mengumpulkan Pindapata (Alms Round): Di banyak negara Theravada, biksu setiap pagi berjalan kaki membawa mangkuk dan menerima persembahan makanan dari umat awam. Ini bukan “mengemis” dalam arti kekurangan, tapi lebih pada ritual di mana umat memiliki kesempatan untuk berbuat kebajikan dan biksu hidup sederhana bergantung pada kemurahan hati umat.
  • Kehidupan yang Terjadwal: Hari-hari biksu sangat terstruktur, diisi dengan meditasi, chanting (pembacaan paritta/sutra), belajar Dharma, membersihkan vihara, dan terkadang memberikan ceramah atau bimbingan spiritual kepada umat.
  • Pelepasan Indria: Mereka melatih diri untuk tidak terlalu terikat pada kenikmatan indria seperti makanan enak, pakaian mewah, musik, hiburan, atau kenyamanan fisik berlebihan. Tujuannya adalah melatih pelepasan dan konsentrasi pada spiritualitas.
  • Tujuan Utama: Meskipun ada variasi dalam penekanan tradisi, tujuan fundamental menjadi biksu adalah untuk memurnikan batin, mencapai pencerahan (Nibbana/Nirvana), dan membantu makhluk lain di jalan spiritual.
  • Penahbisan: Proses menjadi biksu penuh (Upasampada) memerlukan serangkaian ritual dan persetujuan dari Sangha senior. Ini bukan keputusan main-main, tapi komitmen seumur hidup (meskipun di beberapa negara ada praktik penahbisan sementara, misalnya selama musim hujan).

Kehidupan monastik ini adalah salah satu bentuk praktik spiritual paling ekstrem dalam Buddhisme, menunjukkan dedikasi yang luar biasa untuk mencapai pembebasan dari penderitaan.

Tips Praktis: Bagaimana Menyapa dengan Benar?

Setelah tahu bedanya, gimana sih cara menyapa biarawan Buddhis dengan sopan?

  1. Perhatikan Tradisi: Kalau kamu tahu biarawan itu dari tradisi Theravada, menyapa dengan “Bhante” adalah cara yang sangat tepat dan hormat.
  2. Perhatikan Konteks Lokal/Afiliasi: Kalau kamu di vihara Mahayana atau Vajrayana, dengarkan bagaimana umat lain menyapa biksu di sana. Mereka mungkin menggunakan sapaan lokal seperti “Shifu”, “Lama”, “Sensei”, atau sapaan lain dalam bahasa Indonesia seperti “Romodho” (kalau di Jogja misalnya, pengaruh Jawa), atau bahkan sekadar “Bapak” jika itu yang umum dan diterima.
  3. Gunakan Sapaan Umum: Jika kamu sama sekali tidak yakin tradisinya apa atau bagaimana menyapa yang tepat, menggunakan sapaan umum seperti “Bapak” atau “Yang Mulia” dalam konteks percakapan sopan, atau bahkan “Pak Biksu” mungkin bisa dimaklumi, meskipun “Bhante” jauh lebih spesifik dan hormat untuk biksu Theravada.
  4. Sikap Tubuh: Selain sapaan verbal, tunjukkan rasa hormat dengan sikap tubuh, seperti merangkapkan tangan (Anjali) saat menyapa, tidak berdiri lebih tinggi dari biksu jika mereka duduk, dan berbicara dengan suara sopan.

Yang terpenting adalah niat tulus untuk menunjukkan rasa hormat. Jika kamu melakukan kesalahan dalam sapaan tapi niatmu baik, biasanya biksu akan memakluminya dengan kebijaksanaan.

Kesimpulan (Tapi Bukan Akhir!)

Jadi, sekarang kamu sudah tahu kan bedanya “Bhante” dan “Biksu”? Intinya, Biksu itu adalah status atau identitas sebagai biarawan pria Buddhis, sementara Bhante itu adalah sapaan hormat untuk Biksu, khususnya di tradisi Theravada.

Memahami perbedaan ini bukan sekadar soal istilah, tapi juga menunjukkan apresiasi kita terhadap keragaman dalam praktik Buddhis dan cara menghormati para pelaku ajaran yang mulia.

Semoga penjelasan ini bikin kamu makin ngeh dan nggak bingung lagi ya!

Two monks walking together
Image just for illustration

Gimana, ada pertanyaan lain seputar ini? Atau mungkin kamu punya pengalaman seru ketemu Bhante atau Biksu? Yuk, share di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar