Apa Bedanya DKBM dan TKPI? Pahami Dulu Komposisi Pangan Ini!

Daftar Isi

Pernah dengar tentang DKBM atau TKPI saat ngobrolin soal gizi atau makanan? Dua-duanya itu sumber data penting banget lho buat tahu kandungan nutrisi dalam makanan yang kita makan sehari-hari. Tapi, meskipun sama-sama ngomongin nutrisi, ternyata ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Yuk, kita bedah satu per satu biar nggak bingung lagi.

Nutrition data illustration
Image just for illustration

Apa Sih DKBM Itu?

DKBM itu singkatan dari Daftar Komposisi Bahan Makanan. Sesuai namanya, DKBM ini isinya data tentang komposisi gizi dari berbagai bahan makanan yang masih mentah atau belum diolah jadi masakan. Jadi, kalau kamu mau tahu berapa kadar protein dalam 100 gram daging sapi segar, atau berapa vitamin C dalam 100 gram jeruk utuh, DKBM ini sumbernya.

DKBM biasanya disusun dan diterbitkan oleh lembaga pemerintah terkait atau pusat penelitian gizi. Data di dalamnya didapat dari hasil analisis lab terhadap sampel-sampel bahan makanan yang dikumpulkan dari berbagai daerah. Makanya, data di DKBM itu representatif untuk bahan makanan yang umum ada di pasaran.

Tujuan utama DKBM adalah menyediakan data dasar komposisi nutrisi bahan pangan. Data ini krusial banget buat berbagai keperluan. Misalnya, ahli gizi pakai data ini buat menghitung perkiraan asupan gizi seseorang kalau dia makan bahan makanan tertentu. Industri pangan juga pakai DKBM buat menghitung nilai gizi produk mereka sebelum dicantumkan di label kemasan.

Format DKBM umumnya berupa tabel yang memuat nama bahan makanan, kemudian diikuti kolom-kolom untuk berbagai jenis nutrisi seperti energi (kalori), protein, lemak, karbohidrat, vitamin (A, B, C, dll.), mineral (kalsium, zat besi, dll.), dan kadang juga serat atau zat gizi lain. Satuan yang dipakai biasanya per 100 gram bahan makanan yang bisa dimakan (edible portion). Jadi, bagian yang nggak dimakan kayak kulit atau biji biasanya sudah dipisahkan dari berat totalnya.

Salah satu kekuatan utama DKBM adalah datanya yang detail untuk setiap bahan makanan. Ini memungkinkan para profesional untuk melakukan perhitungan yang lebih presisi saat merancang diet atau formulasi produk. Namun, keterbatasannya adalah data ini hanya untuk bahan mentah. Nilai gizi bisa berubah drastis setelah bahan makanan diolah atau dimasak, dan DKBM nggak secara langsung mencerminkan perubahan itu.

Misalnya, kamu tahu brokoli mentah kaya vitamin C dari DKBM. Tapi setelah direbus lama, sebagian vitamin C-nya bisa hilang karena larut dalam air. DKBM sendiri nggak akan kasih tahu berapa sisa vitamin C-nya setelah direbus; itu perlu data tambahan atau sumber lain yang memperhitungkan proses pengolahan.

Nah, Kalau TKPI Itu Apa?

Sekarang kita pindah ke TKPI, alias Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Nah, ini nih yang beda. TKPI ini lebih fokus pada komposisi gizi dari pangan atau masakan yang sudah siap dikonsumsi. Jadi, alih-alih data brokoli mentah, TKPI mungkin punya data untuk “Sayur Brokoli Rebus” atau “Tumis Brokoli”.

TKPI juga biasanya disusun oleh lembaga yang sama dengan DKBM, tapi fungsinya agak beda. Kalau DKBM itu ibarat toolbox berisi komponen dasar (bahan mentah), TKPI ini ibarat katalog makanan dan masakan yang umum ada di Indonesia, lengkap dengan nilai gizinya setelah diolah. Ini jadi lebih praktis buat banyak orang.

Data di TKPI juga didapat dari analisis lab, tapi sampelnya adalah masakan atau pangan olahan yang sudah jadi. Misalnya, mereka ambil sampel Nasi Goreng dari beberapa warung makan, dianalisis lab, lalu dirata-ratakan hasilnya untuk dimasukkan ke TKPI. Ini bikin data di TKPI lebih mencerminkan apa yang sebenarnya kita makan.

Isi TKPI juga berupa tabel, mirip DKBM. Ada nama pangan atau masakan, lalu kolom-kolom untuk berbagai nutrisi. Satuan yang dipakai bisa per 100 gram masakan, atau kadang per porsi umum yang biasa dikonsumsi (misal, “1 porsi Nasi Goreng”).

Keunggulan TKPI jelas ada di kepraktisannya. Kalau kamu cuma mau tahu berapa kalori dan protein di semangkuk bakso atau sepiring gado-gado, TKPI adalah sumber yang paling pas. Kamu nggak perlu pusing mikirin berapa gram daging, tahu, mi di dalam bakso, lalu cari datanya di DKBM satu per satu, terus hitung totalnya. TKPI sudah kasih data jadi untuk bakso secara keseluruhan.

Kelemahan TKPI mungkin ada pada detail bahan mentah. Karena fokusnya di masakan jadi, kamu mungkin nggak akan menemukan data perbandingan nutrisi antara dua varietas kentang yang berbeda di TKPI. Selain itu, komposisi masakan rumahan atau dari satu tempat ke tempat lain bisa beda-beda banget (misalnya, kuah soto ayam pakai santan banyak atau sedikit). Data di TKPI biasanya merupakan rata-rata, jadi nilai sebenarnya bisa sedikit melenceng tergantung masakan yang kamu makan.

Perbedaan Utama: Tabel Perbandingan

Biar makin jelas, kita lihat perbedaannya dalam bentuk tabel ya:

Aspek DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia)
Fokus Data Bahan makanan mentah (raw ingredients) Pangan atau masakan siap konsumsi (prepared foods/dishes)
Jenis Entri Bahan pangan tunggal (beras, daging, sayur, buah, dll.) Masakan jadi (Nasi Goreng, Soto Ayam, Gado-gado), pangan olahan (kerupuk, kecap)
Tujuan Utama Basis data untuk formulasi, penelitian, perhitungan gizi dari bahan dasar Evaluasi asupan gizi dari menu harian, panduan konsumsi, analisis pola makan masyarakat
Satuan Umum Per 100 gram bahan edible portion mentah Per 100 gram pangan/masakan siap konsumsi, kadang per porsi
Kepraktisan Kurang praktis untuk menghitung nilai gizi masakan rumahan Lebih praktis untuk mengevaluasi asupan dari makanan sehari-hari
Memperhitungkan Pengolahan? Tidak langsung (datanya bahan mentah) Sudah memperhitungkan efek pengolahan (karena data masakan jadi)

Dari tabel di atas, jelas banget ya bedanya. DKBM itu fondasi data gizi dari bahan mentah, sementara TKPI itu aplikasinya pada makanan yang sudah diolah dan biasa kita makan. Keduanya saling melengkapi sebenernya, tergantung kebutuhan kita.

Mana yang Sebaiknya Kamu Gunakan?

Pertanyaan pentingnya, kalau kamu bukan ahli gizi atau peneliti pangan, mana yang lebih kamu butuhkan? Jawabannya tergantung untuk apa kamu butuh data tersebut.

Kalau kamu cuma penasaran berapa kalori atau protein di makanan yang kamu makan sehari-hari, misalnya seporsi Nasi Padang atau semangkuk Coto Makassar, maka TKPI adalah sumber yang paling relevan dan mudah digunakan. Kamu tinggal cari nama masakannya, lihat angkanya, selesai. Ini berguna banget buat kamu yang lagi mengatur pola makan atau menghitung asupan kalori harian.

Indonesian food illustration
Image just for illustration

TKPI juga lebih pas kalau kamu mau membandingkan nilai gizi antara beberapa jenis masakan. Misalnya, mau tahu lebih bergizi mana antara Sayur Asem dan Sayur Sop dalam porsi yang sama. Data dari TKPI akan langsung memberi gambaran yang lebih akurat tentang masakan jadinya.

Nah, kalau kamu adalah seorang ahli gizi yang sedang merancang menu diet khusus dengan bahan-bahan spesifik, atau mungkin seorang mahasiswa teknologi pangan yang sedang bereksperimen dengan formulasi produk baru, maka DKBM jadi sangat penting. Kamu butuh data detail per bahan mentah untuk bisa menghitung dan memprediksi komposisi akhir dari produk atau menu yang kamu buat. DKBM juga dipakai dalam penelitian yang mengkaji komposisi primer dari bahan pangan itu sendiri sebelum diolah.

Kadang, keduanya bisa digunakan bersamaan. Misalnya, seorang ahli gizi mungkin menggunakan DKBM untuk menghitung nilai gizi bahan-bahan utama dalam resep, lalu menggunakan TKPI untuk mengecek nilai gizi rata-rata masakan yang umum dikonsumsi sebagai perbandingan. Atau, data dari analisis bahan mentah (mirip DKBM) bisa jadi dasar untuk memperbarui data masakan jadi di TKPI di edisi berikutnya.

Intinya, kalau kamu konsumen awam yang peduli gizi, TKPI lebih ramah pengguna dan lebih relevan untuk mengevaluasi makanan yang kamu makan sehari-hari. Kalau kamu profesional di bidang pangan/gizi atau peneliti, DKBM (dan TKPI juga) jadi tool penting dalam pekerjaanmu.

Fakta Menarik Seputar Data Komposisi Pangan

Data yang ada di DKBM dan TKPI itu bukan angka mutlak yang nggak bisa berubah lho. Ada beberapa faktor menarik yang bisa memengaruhi nilai gizi dalam pangan:

  • Varietas dan Asal: Beda varietas padi atau jenis sapi, bisa beda juga komposisi gizinya. Lokasi tumbuh (tanah, iklim) juga berpengaruh, terutama buat vitamin dan mineral pada sayur dan buah. Data di DKBM/TKPI biasanya rata-rata dari berbagai sampel.
  • Tingkat Kematangan: Buah yang belum matang dengan yang sudah matang komposisi gulanya jelas beda. Begitu juga vitamin atau zat gizi lain.
  • Proses Paska Panen dan Penyimpanan: Cara menyimpan bahan pangan bisa memengaruhi kandungannya. Misalnya, beberapa vitamin bisa rusak kalau disimpan terlalu lama atau kena panas/cahaya.
  • Metode Pengolahan/Memasak: Ini faktor paling besar yang membedakan data DKBM dan TKPI. Merebus, menggoreng, mengukus, membakar, semuanya bisa mengubah nilai gizi. Panas bisa merusak vitamin tertentu (misal vitamin C, beberapa vitamin B), tapi bisa juga meningkatkan ketersediaan zat gizi lain (misal likopen pada tomat). Lemak dari minyak goreng bisa menambah kalori dan lemak total. Mineral bisa larut dalam air rebusan.

Memahami faktor-faktor ini bikin kita sadar bahwa angka di tabel itu adalah panduan atau estimasi, bukan nilai pasti sampai ke koma-komaan untuk setiap suapan makanan yang kita makan. Tapi, data ini tetap sangat berharga sebagai dasar untuk perencanaan gizi dan evaluasi.

Tips Menggunakan Data DKBM dan TKPI

Mau pakai data dari DKBM atau TKPI buat kepentinganmu? Ini beberapa tips biar hasilnya oke:

  1. Cek Edisi Terbaru: Komposisi pangan bisa berubah seiring waktu karena pengembangan varietas baru, metode pertanian, atau bahkan perubahan formulasi pangan olahan. Pastikan kamu pakai edisi DKBM atau TKPI yang paling baru ya.
  2. Perhatikan Satuan: Selalu cek apakah data yang kamu lihat itu per 100 gram, per porsi, per gram berat kering, atau satuan lainnya. Jangan sampai keliru saat menghitung.
  3. Pahami “Edible Portion”: Di DKBM, data seringnya untuk bagian yang bisa dimakan. Jadi, kalau kamu menimbang mangga 150 gram utuh (dengan kulit dan biji), data untuk 100 gram mangga di DKBM itu sebenarnya merujuk pada 100 gram daging mangganya saja.
  4. Untuk Masakan Rumahan: Kalau kamu masak sendiri, menggunakan TKPI untuk masakan yang mirip mungkin lebih praktis daripada mencoba menghitung dari nol pakai DKBM dan memperkirakan perubahan akibat masak. Tapi, kalau kamu pakai bahan yang jauh beda (misalnya, Sayur Sop tanpa kentang dan wortel sama sekali), data TKPI mungkin jadi kurang akurat.
  5. Ini Data Rata-rata: Ingat bahwa angka di tabel itu adalah rata-rata dari berbagai sampel. Makanan yang kamu makan bisa punya nilai yang sedikit berbeda tergantung bahan baku spesifik dan cara masaknya. Jangan terlalu kaku dengan angkanya.
  6. Cross-check Jika Perlu: Untuk aplikasi kritis (misal, perhitungan gizi untuk pasien dengan kondisi medis spesifik), ahli gizi mungkin perlu menggunakan data dari beberapa sumber atau bahkan analisis lab jika memungkinkan.

Menggunakan data komposisi pangan dengan bijak akan sangat membantu kita dalam membuat keputusan yang lebih baik seputar makanan dan kesehatan.

Bagaimana Data Ini Dikumpulkan?

Proses pengumpulan data untuk DKBM dan TKPI itu cukup kompleks lho. Ini melibatkan beberapa tahapan:

  1. Pengambilan Sampel: Tim ahli gizi atau analis pangan akan mengumpulkan sampel bahan makanan atau masakan dari berbagai lokasi yang representatif di seluruh Indonesia. Mereka harus memastikan sampel yang diambil mencerminkan pangan yang umum dikonsumsi masyarakat.
  2. Persiapan Sampel: Sampel yang terkumpul disiapkan sesuai standar. Untuk DKBM, bahan mentah mungkin dipisahkan bagian yang bisa dimakan dari yang tidak. Untuk TKPI, masakan jadi disiapkan untuk analisis.
  3. Analisis Laboratorium: Sampel yang sudah disiapkan dianalisis di laboratorium menggunakan metode standar internasional untuk mengukur berbagai komponen gizi, seperti kadar air, protein, lemak, karbohidrat, abu, vitamin, dan mineral.
  4. Pengolahan Data: Hasil analisis dari berbagai sampel untuk jenis pangan yang sama kemudian diolah secara statistik. Nilai rata-rata, deviasi standar, dan informasi lain dihitung untuk mendapatkan angka yang akan dicantumkan di tabel.
  5. Penyusunan Tabel: Data yang sudah diolah disusun dalam format tabel yang mudah dibaca dan dipahami. Biasanya, ada penjelasan tambahan mengenai sumber data, metode analisis, dan hal penting lainnya.
  6. Pembaruan Berkala: Data ini tidak statis. Seiring waktu, mungkin ada pangan baru yang populer, perubahan formulasi produk olahan, atau perbaikan metode analisis. Oleh karena itu, DKBM dan TKPI diperbarui secara berkala untuk menjaga akurasi dan relevansinya.

Proses ini membutuhkan ketelitian tinggi dan sumber daya yang besar, tapi hasilnya sangat bermanfaat untuk kesehatan masyarakat.

Contoh Penggunaan Praktis dalam Kehidupan Sehari-hari

Kita sudah bahas teori dan perbedaannya. Biar lebih nyata, yuk lihat contoh penggunaan DKBM dan TKPI dalam skenario sehari-hari:

  • Skenario 1: Kamu Pengen Ngurangin Gula
    Kamu lagi berusaha mengurangi asupan gula. Kamu sering minum es teh manis kemasan. Dengan TKPI, kamu bisa cari data es teh manis kemasan (jika tersedia) atau data minuman manis serupa untuk memperkirakan berapa gram gula yang kamu minum per kemasan. Ini lebih mudah daripada mencari data teh, gula, dan air secara terpisah dari DKBM lalu menghitungnya.
  • Skenario 2: Kamu Mau Coba Diet Tinggi Protein
    Kamu sedang merencanakan menu harian supaya asupan proteinmu tinggi. Kamu berencana makan dada ayam bakar, tahu goreng, dan telur rebus. Kamu bisa pakai TKPI untuk mencari perkiraan protein dalam “Ayam Bakar” atau “Tahu Goreng” atau “Telur Rebus”. Angka ini akan memberimu gambaran langsung berapa protein yang kamu dapat dari masakan tersebut.
  • Skenario 3: Kamu Mau Bikin Selai Apel Sendiri dan Jual
    Kalau ini skenarionya, kamu adalah produsen makanan. Untuk menghitung label informasi gizi di kemasan selai apel buatanmu, kamu akan butuh data dari DKBM untuk bahan-bahan mentahnya: apel, gula, mungkin air perasan lemon. Kamu hitung komposisi awal bahan-bahan ini, lalu memperkirakan atau menganalisis perubahan setelah dimasak menjadi selai. Analisis lab pada produk akhir juga sering dilakukan, dan hasilnya mirip dengan data yang ada di TKPI untuk pangan olahan.

Jelas ya, TKPI itu lebih consumer-friendly buat hitung-hitungan gizi makanan sehari-hari, sementara DKBM lebih ke arah basis data fundamental untuk para profesional dan industri.

Jadi, Apa Kesimpulannya?

DKBM dan TKPI adalah dua sumber data komposisi pangan yang sangat berharga di Indonesia. Perbedaan utamanya terletak pada fokus datanya: DKBM menyajikan data komposisi bahan makanan mentah, sementara TKPI menyajikan data komposisi pangan atau masakan siap konsumsi.

Memahami perbedaan ini akan membantumu memilih sumber data yang tepat sesuai dengan kebutuhanmu. Bagi kebanyakan kita sebagai konsumen, TKPI biasanya lebih praktis dan relevan untuk menilai asupan gizi dari makanan yang kita makan sehari-hari. Sementara itu, DKBM adalah fondasi data yang krusial bagi para ahli gizi, peneliti, dan industri pangan.

Comparing data concept
Image just for illustration

Keduanya adalah alat penting dalam upaya kita memahami lebih baik apa yang masuk ke dalam tubuh kita dan bagaimana makanan memengaruhi kesehatan. Menggunakan data ini dengan bijak bisa jadi langkah awal menuju pola makan yang lebih sehat dan terencana.

Sekarang, setelah tahu bedanya DKBM dan TKPI, gimana nih pendapatmu? Pernah pakai salah satunya buat ngecek nilai gizi makanan? Atau mungkin kamu punya pengalaman menarik terkait data komposisi pangan?

Yuk, bagikan cerita atau pertanyaanmu di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar